BAB I
A.1.Pengertian Hukum
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang
menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi
sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk
mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.
HUKUM MATERIIL.
Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
HUKUM PUBLIK.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan pemerintah.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat.
HUKUM PERDATA.
Hukum Perdata adalah Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
HUKUM FORMAL.
Hukum Formal adalah hukum dari mana secara langsung dapat dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Dinamai dengan sumber hukum formal karena semata-mata mengingat cara untuk mana timbul hukum positif, dan bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak lagi mempersoalkan asal-usul dari isi aturan-aturan hukum tersebut. Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.
Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
HUKUM PUBLIK.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan pemerintah.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat.
HUKUM PERDATA.
Hukum Perdata adalah Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
HUKUM FORMAL.
Hukum Formal adalah hukum dari mana secara langsung dapat dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Dinamai dengan sumber hukum formal karena semata-mata mengingat cara untuk mana timbul hukum positif, dan bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak lagi mempersoalkan asal-usul dari isi aturan-aturan hukum tersebut. Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.
HUKUM PIDANA.
Hukum Pidana adalah Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.
HUKUM TATA NEGARA.
Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya. dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan dan wewenang badan-badan tersebut.
HUKUM INTERNASIONAL.
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Yaitu hukum internasional yang mengatur negar ayang satu dengan engara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar negara).
Misalnya, hukum tentang tata cara diplomatik, konsul, penerimaan tamu negara asing, hukum perang, dan hukum damai. Hukum publik internasional ini sering disebut sebagai hukum internasional dalam arti sempit.
Segudang pendapat yang membahas tentang pendefinisian hukum ini. Ada yang menganggap bahwa tidak mungkin dapat mendefinisikan hukum dengan argumennya sendiri, demikian pula yang menginginkan adanya definisi hukum, juga dengan alasannya yang jika dikaji mungkin masing-masing ada benarnya ditinjau dari sisi tertentu. Dalam kaitan ini, Soedjono Dirdjosisworo (1984:25) secara singkat mengemukakan bahwa "Arti umum tersebut dirumuskan bukan untuk membatasi atau memberi definisi hukum. Karena memberi definisi hukum adalah hal yang sukar sekali".
Pendapat yang dikemukakan Soedjono ini, bertitik tolak pada pandangan yang dikemukakan oleh Kant dalam sumber yang sama, yang menegaskan bahwa "Batasan tentang Hukum masih sementara dicari dan belum didapatkan. Kesukaran ini karena hukum mencakup aneka macam segi dan aspek, serta karena luasnya ruang lingkup (scope) hukum di samping itu sumbernyapun di berbagai bidang".
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penulis ini demikian kurang berani jika tidak dapat dikatakan takut atau tidak setuju untuk memberikan definisi tentang hukum, karena alasan ruang lingkup hukum yang relatif sangat luas.
Sejalan dengan pendapat tersebut, dikemukakan oleh Achmad Ali dengan mengomentari pendapat Arnold, bahwa "Meskipun demikian ada juga menganggap bahwa di dalam kenyataannya, hukum tidak akan pernah dapat didefinisikan. Arnold salah seorang sosiolog yang menganut pandangan demikian itu".
Bahkan lebih ekstrim lagi pandangan yang dikemukakan oleh Soedarsono (1991: 42) yang menegaskan bahwa "Pada umumnya definisi ada ruginya, yakni ia tidak dapat mengutarakan keadaan sebenarnya dengan jelas. Keadaan sebenarnya banyak sisinya, berupa-rupa dan ganti berganti, sedangkan definisi, karena ia menyatakan segala-galanya dalam satu rumus, harus mengabaikan hal yang berupa-rupa dan yang banyak bentuknya".
Jika menelaah lebih mendalam pendapat ini, maka kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pada dasarnya pandangan tersebut kurang setuju untuk memberikan difinisi tentang hukum, karena dalam satu term definisi harus dapat menjamin bahwa seluruh ruang lingkup yang didefinisikan harus benar-benar teraplikasi didalam difinisi secara utuh.
Dalam pada itu, C.S.T. Kansil mengemukakan bahwa "Sesungguhnyalah apabila kita meneliti benar-benar, akan sukarlah bagi kita untuk memberi definisi tentang hukum. Para sarjana hukum sendiri belum dapat merumuskan suatu definisi hukum yang memuaskan semua pihak".
Ini berarti bahwa, untuk memberikan definisi tentang hukum pada dasarnnya bukan suatu masalah, asal definisi dimaksud bukan definisi seperti digambarkan para ahli tersebut yang pada dasarnya selalu mengarahkan pandangannya kepada terciptanya suatu definisi yang benar-benar sempurna tentang hukum, yaitu yang memenuhi syarat-syarat sebagai definisi yang utuh, dan dalam rumusan yang relatif singkat, sehingga memenuhi harapan setiap orang.
Bahkan yang pandangan yang paling sulit diterima akal, adalah pendapat Radeliff Brown seperti yang dikemukakan Achmad Ali (1996 : 21) yang menyatakan bahwa "In this sense some simple societies have no law", suatu pandangan yang bukan lagi menyatakan kesulitan mendefinisikan hukum, melainkan justru menghindari eksistensi dan keberadaan hukum di dalam atau di tengah masyarakat.
Kesulitan mendefinisikan hukum dalam arti definisi yang ideal sebagaimana digambarkan oleh pendapat para ahli tersebut di atas, ditegaskan kembali oleh Achmad Ali (1996 : 21-22) bahwa "Hukum memang pada hakekatnya adalah sesuatu yang abstrak, meskipun dalam manifestasinya bisa berwujud konkrit. Olehnya itu pertanyaan tentang apakah hukum, senantiasa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak mungkin satu. Dengan lain perkataan, persepsi orang tentang hukum itu beraneka ragam, tergantung dari sudut mana mereka memandangnya".
Pendapat Achmad Ali seperti dikemukakan terakhir, menunjukkan adanya persamaan dengan pendapat sebelumnya, khususnya mengenai sulitnya untuk memberikan definisi tentang hukum yang mampu mencakup seluruh aspek hukum yang demikian luasnya.
Ini berarti bahwa kesulitan untuk mendefinisikan hukum oleh pandangan sejumlah pakar tersebut, terutama meletakkan titik berat pada luasnya ruang lingkup atau cakupan hukum itu. Pandangan ini semakin jelas dengan pendapat Kusumadi Pudjosewojo yang dikutip oleh C.S.T. Kansil (1980 : 35), dengan menyakan bahwa "Untuk dapat mengerti sungguh-sungguh segala sesuatutentang hukum dan mendapat pandangan yang selengkapnya, tidak dapat hanya mempelajari buah karangan satu atau dua orang tertentu saja. Setiap pengarang hanya mengemukakan segi-segi tertentu sebagaimana dilihat olehnya".
Dengan demikian, semakin jelas bahwa banyaknya segi-segi dari hukum merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya memberikan definisi tentang hukum, tentu saja definisi dimaksud adalah definisi yang mampu memberikan gambaran menyeluruh tentang hukum.
Alasan lain yang menjadi hambatan pendefinisian hukum dikemukakan oleh Achmad Ali dengan mengutip pendapat Paton (1996:23) yang menyatakan bahwa: "Terlepas dari penyebab interen yaitu keabstrakan hukum dan keinginan hukum untuk mengatur hampir seluruh kehidupan manusia, maka kesulitan pendefinisian juga bisa timbul dari faktor ekteren hukum, yaitu faktor bahasa sendiri. Jangankan hukum yang memang abstrak, bahkan sesuatu yang konkritpun sering sulit untuk didefinisikan dengan hanya satu definisi".
Hambatan atau kesulitan pendefinisian hukum karena faktor bahasa tersebut bertitik tolak pada adanya istilah-istilah yang dipergunakan yang tidak mempunyai pengertian yang sama dalam konteks penggunaannya. Mungkin ada istilah yang dipergunakan dalam artinya yang sempit, mungkin pula ternyata sebaliknya.
Achmad Ali juga sempat mengangkat pandangan L.B. Curzon (1996: 24) tentang kesulitan pendefisinian ini dengan mengemukakan pandangannya bahwa "Mengenai yang dimaksud Curzon dengan perbedaan arti suatu kata dalam istilah hukum dan dalam bahasa sehari-hari, dapat penulis berikan contoh antara laian pengertian hewan menurut bahasa sehari-hari adalah semua jenis binatang, baik binatang ternak ataupun bukan. Sedang pengertian hewan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hanya binatang ternak saja".
Dengan demikian kiranya jelas, bahwa berbicara tentang pendefinisian hukum, memang kita banyak menghadapi kesulitan, baik karena adanya orientasi hukum yang sangat luas, masalah keabstrakan hukum, maupun kesulitan yang berkaitan dengan faktor bahasa berupa pengertian istilah yang dipergunakan dalam bahasa hukum.
Hukum Pidana adalah Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.
HUKUM TATA NEGARA.
Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya. dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan dan wewenang badan-badan tersebut.
HUKUM INTERNASIONAL.
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Yaitu hukum internasional yang mengatur negar ayang satu dengan engara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar negara).
Misalnya, hukum tentang tata cara diplomatik, konsul, penerimaan tamu negara asing, hukum perang, dan hukum damai. Hukum publik internasional ini sering disebut sebagai hukum internasional dalam arti sempit.
Segudang pendapat yang membahas tentang pendefinisian hukum ini. Ada yang menganggap bahwa tidak mungkin dapat mendefinisikan hukum dengan argumennya sendiri, demikian pula yang menginginkan adanya definisi hukum, juga dengan alasannya yang jika dikaji mungkin masing-masing ada benarnya ditinjau dari sisi tertentu. Dalam kaitan ini, Soedjono Dirdjosisworo (1984:25) secara singkat mengemukakan bahwa "Arti umum tersebut dirumuskan bukan untuk membatasi atau memberi definisi hukum. Karena memberi definisi hukum adalah hal yang sukar sekali".
Pendapat yang dikemukakan Soedjono ini, bertitik tolak pada pandangan yang dikemukakan oleh Kant dalam sumber yang sama, yang menegaskan bahwa "Batasan tentang Hukum masih sementara dicari dan belum didapatkan. Kesukaran ini karena hukum mencakup aneka macam segi dan aspek, serta karena luasnya ruang lingkup (scope) hukum di samping itu sumbernyapun di berbagai bidang".
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penulis ini demikian kurang berani jika tidak dapat dikatakan takut atau tidak setuju untuk memberikan definisi tentang hukum, karena alasan ruang lingkup hukum yang relatif sangat luas.
Sejalan dengan pendapat tersebut, dikemukakan oleh Achmad Ali dengan mengomentari pendapat Arnold, bahwa "Meskipun demikian ada juga menganggap bahwa di dalam kenyataannya, hukum tidak akan pernah dapat didefinisikan. Arnold salah seorang sosiolog yang menganut pandangan demikian itu".
Bahkan lebih ekstrim lagi pandangan yang dikemukakan oleh Soedarsono (1991: 42) yang menegaskan bahwa "Pada umumnya definisi ada ruginya, yakni ia tidak dapat mengutarakan keadaan sebenarnya dengan jelas. Keadaan sebenarnya banyak sisinya, berupa-rupa dan ganti berganti, sedangkan definisi, karena ia menyatakan segala-galanya dalam satu rumus, harus mengabaikan hal yang berupa-rupa dan yang banyak bentuknya".
Jika menelaah lebih mendalam pendapat ini, maka kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pada dasarnya pandangan tersebut kurang setuju untuk memberikan difinisi tentang hukum, karena dalam satu term definisi harus dapat menjamin bahwa seluruh ruang lingkup yang didefinisikan harus benar-benar teraplikasi didalam difinisi secara utuh.
Dalam pada itu, C.S.T. Kansil mengemukakan bahwa "Sesungguhnyalah apabila kita meneliti benar-benar, akan sukarlah bagi kita untuk memberi definisi tentang hukum. Para sarjana hukum sendiri belum dapat merumuskan suatu definisi hukum yang memuaskan semua pihak".
Ini berarti bahwa, untuk memberikan definisi tentang hukum pada dasarnnya bukan suatu masalah, asal definisi dimaksud bukan definisi seperti digambarkan para ahli tersebut yang pada dasarnya selalu mengarahkan pandangannya kepada terciptanya suatu definisi yang benar-benar sempurna tentang hukum, yaitu yang memenuhi syarat-syarat sebagai definisi yang utuh, dan dalam rumusan yang relatif singkat, sehingga memenuhi harapan setiap orang.
Bahkan yang pandangan yang paling sulit diterima akal, adalah pendapat Radeliff Brown seperti yang dikemukakan Achmad Ali (1996 : 21) yang menyatakan bahwa "In this sense some simple societies have no law", suatu pandangan yang bukan lagi menyatakan kesulitan mendefinisikan hukum, melainkan justru menghindari eksistensi dan keberadaan hukum di dalam atau di tengah masyarakat.
Kesulitan mendefinisikan hukum dalam arti definisi yang ideal sebagaimana digambarkan oleh pendapat para ahli tersebut di atas, ditegaskan kembali oleh Achmad Ali (1996 : 21-22) bahwa "Hukum memang pada hakekatnya adalah sesuatu yang abstrak, meskipun dalam manifestasinya bisa berwujud konkrit. Olehnya itu pertanyaan tentang apakah hukum, senantiasa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak mungkin satu. Dengan lain perkataan, persepsi orang tentang hukum itu beraneka ragam, tergantung dari sudut mana mereka memandangnya".
Pendapat Achmad Ali seperti dikemukakan terakhir, menunjukkan adanya persamaan dengan pendapat sebelumnya, khususnya mengenai sulitnya untuk memberikan definisi tentang hukum yang mampu mencakup seluruh aspek hukum yang demikian luasnya.
Ini berarti bahwa kesulitan untuk mendefinisikan hukum oleh pandangan sejumlah pakar tersebut, terutama meletakkan titik berat pada luasnya ruang lingkup atau cakupan hukum itu. Pandangan ini semakin jelas dengan pendapat Kusumadi Pudjosewojo yang dikutip oleh C.S.T. Kansil (1980 : 35), dengan menyakan bahwa "Untuk dapat mengerti sungguh-sungguh segala sesuatutentang hukum dan mendapat pandangan yang selengkapnya, tidak dapat hanya mempelajari buah karangan satu atau dua orang tertentu saja. Setiap pengarang hanya mengemukakan segi-segi tertentu sebagaimana dilihat olehnya".
Dengan demikian, semakin jelas bahwa banyaknya segi-segi dari hukum merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya memberikan definisi tentang hukum, tentu saja definisi dimaksud adalah definisi yang mampu memberikan gambaran menyeluruh tentang hukum.
Alasan lain yang menjadi hambatan pendefinisian hukum dikemukakan oleh Achmad Ali dengan mengutip pendapat Paton (1996:23) yang menyatakan bahwa: "Terlepas dari penyebab interen yaitu keabstrakan hukum dan keinginan hukum untuk mengatur hampir seluruh kehidupan manusia, maka kesulitan pendefinisian juga bisa timbul dari faktor ekteren hukum, yaitu faktor bahasa sendiri. Jangankan hukum yang memang abstrak, bahkan sesuatu yang konkritpun sering sulit untuk didefinisikan dengan hanya satu definisi".
Hambatan atau kesulitan pendefinisian hukum karena faktor bahasa tersebut bertitik tolak pada adanya istilah-istilah yang dipergunakan yang tidak mempunyai pengertian yang sama dalam konteks penggunaannya. Mungkin ada istilah yang dipergunakan dalam artinya yang sempit, mungkin pula ternyata sebaliknya.
Achmad Ali juga sempat mengangkat pandangan L.B. Curzon (1996: 24) tentang kesulitan pendefisinian ini dengan mengemukakan pandangannya bahwa "Mengenai yang dimaksud Curzon dengan perbedaan arti suatu kata dalam istilah hukum dan dalam bahasa sehari-hari, dapat penulis berikan contoh antara laian pengertian hewan menurut bahasa sehari-hari adalah semua jenis binatang, baik binatang ternak ataupun bukan. Sedang pengertian hewan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hanya binatang ternak saja".
Dengan demikian kiranya jelas, bahwa berbicara tentang pendefinisian hukum, memang kita banyak menghadapi kesulitan, baik karena adanya orientasi hukum yang sangat luas, masalah keabstrakan hukum, maupun kesulitan yang berkaitan dengan faktor bahasa berupa pengertian istilah yang dipergunakan dalam bahasa hukum.
B. 1.
Pengetian Norma Hukum
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesesama ataupun lingkungannya. Istilah norma berasal dari bahasa Latin, kaidah dalam bahasa arab, dan sering juga disebut dengan pedoman, patokan, atau aturan dalam bahasa Indonesia. Dalam perkembangannya norma diartikan sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat. Jadi inti dari norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi.
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesesama ataupun lingkungannya. Istilah norma berasal dari bahasa Latin, kaidah dalam bahasa arab, dan sering juga disebut dengan pedoman, patokan, atau aturan dalam bahasa Indonesia. Dalam perkembangannya norma diartikan sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat. Jadi inti dari norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi.
Suatu norma itu baru ada apabila terdapat lebih dari satu
orang, karena norma itu pada dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku
seseorang terhadap orang lain, atau terhadap lingkungannya. Setiap norma
mengandung suruhan-suruhan (penyuruhan-penyuruhan) yang didalam bahasa asingnya
sering disebut dengan das Sollen yang didalam bahasa Indonesia sering
dirumuskan dengan istilah Hendaknya (Contoh : Hendaknya menghormati orang yang
lebih tua).
Norma hukum dapat dibentuk secara tertulis maupun tidak tertulis
oleh lembaga-lembaga yang berwenang membentuknya, sedangkan norma-norma moral,
agama, adat, dan lainnya terjadi secara tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang dari kebiasaan-kebiasaan yang ada didalam masyarakat. Fakta-fakta
kebiasaan ini terjadi mengenai sesuatu yang baik dan buruk, yang berulang kali
terjadi, sehingga ini selalu sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat
tersebut, berbeda dengan norma-norma hukum negara yang kadang-kadang tidak
selalu sesuai dengan keadilan/pendapat masyarakat.
2. Norma
Hukum dalam Negara
Hans Kelsen
mengemukakan teori mengenai jenjang norma hukum, yang dimana Ia berpendapat
bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
hierarki, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar
pada norma-norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi, berlaku,
bersumber, berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada suatu norma yang tidak ditelusuri lebih lanjut dan bersifat
hipotesis dan fiktif, yaitu norma Dasar (Grundnorm).
Norma dasar yang
merupakan norma tertinggi dalam sistem norma tersebut tidak lagi dibentuk oleh
suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi Norma dasar itu diterapkan terlebih
dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar yang merupakan gantungan bagi
norma-norma yang berada di bawahnya sehingga suatu norma dasar itu dikatakan
Pre-Supposed.
Norma
hukum tertinggi dan merupakan kelompok pertama adalah Staatsfundamentalnorm.
Istilah Staatsfundamentalnorm ini diterjemahkan oleh Notonagoro dalam pidatonya
pada Dies Natalis Universitas Airlangga 10 november 1955 dengan ‘ Pokok
Kaidah Fundamentil Negara ’ Norma fundamental negara yang merupakan norma
tertinggi dalam suatu negara adalah norma yang tidak dibentuk oleh norma yang
lebih tinggi. Tetapi pre-supposed atau diterapkan terlebih dahulu oleh
masyarakat dalam suatu negara dan merupakan suatu norma yang menjadi tempat
bergantunggan norma-norma hukum di bawahnya. Dikatakan bahwa norma tertinggi
ini tidak dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi karena kalau norma yang
lebih tinggi itu dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, ia bukan merupakan
norma yang tertinggi.
Menurut Hans Nawiasky,
isi Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi suatu
pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara
(Staatsverfassung), termasuk norma pengubahannya. Hakikat hukum suatu
Staatsfundamentalnorma ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau
undang-undang dasar. Ia ada terlebih dahulu sebelum adanya konstitusi dan
undang-undang dasar. Konstitusi menurut Carl Schmitt merupakan keputusan atau
konsensus bersama tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politik yang
disepakati oleh suatu bangsa.Selain itu Norma Dasar (Grundnorm)sebagaimana yang
disebutkan bersifat pre-supposed dan tidak dapat ditelusi lebih lanjut dasar
berlakunya sehingga kita perlu menerimanya sebagai suatu yang tidak dapat
diperdebatkan lagi, sebagai suatu hipotesis, sesuatu yang fiktif, suatu
aksioma. Ini diperlukan untuk tidak menggoyahkan lapis-lapis bangunan tata
hukum yang pada akhirnya menggantungkan atau mendasarkan diri kepadanya. Di
dalam suatu negara Norma Dasar disebut juga Staatsfundamentalnorm.
Staatsfundamentalnorm suatu negara merupakan landasan filosofisnya mengandung
kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut.Dalam suatu negara
Norma Dasar Negara itu dapat berubah sewaktu-waktu yang dikarenakan adanya
suatu pemberontakan, kudeta, dan sebagainya. Nawiasky mengatakan dalam
terjemahannya sebagai berikut :
“ Norma tertinggi dalam
negara sebaiknya tidak disebut Staatsgrundnorm melainkan Staatsfundamentalnorm,
norma fundamental negara. Pertimbangannya adalah karena Grundnorm dari suatu
tatanan norma pada dasarnya tidak berubah-ubah, sedangkan norma tertinggi suatu
negara mungkin dapat berubah oleh pemberontakan, coup d’eta, Putsch,
An-schluss, dan sebagainya.”
C.
A. Kodifikasi Hukum
Kodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakan antara :
Kodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakan antara :
- Hukum tertulis (Statute Law = Written Law) yakni hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-perundangan.
- Hukum Tidak Tertulis (unstatutery Law = Unwritten Law ) yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu perundang-undangan (disebut juga hukum kebiasaan).
Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan, dan yang belum
dikodifikasikan.
Jelas bahwa unsur-unsur kodifikasi ialah
a) Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata)
b) Sistematis
c) Lengkap
Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh
Jelas bahwa unsur-unsur kodifikasi ialah
a) Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata)
b) Sistematis
c) Lengkap
Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh
- Kepastian hukum
- Penyerdehanaan hukum
- Kesatuan hukum
Contoh kodifikasi Hukum :
a. Di Eropa :
a. Di Eropa :
- Corpus Iuris Civilis (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh kaisar Justianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527 – 565.
- Code Civil (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Perancis dalam tahun 1604.
b. Di Indonesia
- Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (01 Mei 1848)
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (01 Mei 1848)
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (01 Januari 1918)
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), 31 Desember 1981.
B. Macam – Macam
Pembagian Hukum
1. Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya
Walaupun hukum itu terlalu luas sekali sehingga orang tak dapat membuat definisi singkat yang meliputi segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa asas pembagian sebagai berikut :
1). Menurut Sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Undang-Undang yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
b) Hukum Kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat).
c) Hukum Traktat yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antara neagara (traktat).
d) Hukum Jurisprudensi yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
2). Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Tertulis. Hukum ini dapat pula merupakan ;
1. Hukum Tertulis yang dikodifiksikan
2. Hukum Tertulis tidak dikodifikasikan
b) Hukum Tidak Tertulis (Hukum Kebiasaan)
(keterangan mengenai kedua macam hukum ini telah diberikan dalam penjelasan tentnag kodifikasi)
3). Menurut Tempat berlakunya hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Nasional yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b) Hukum Internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c) Hukum Asing yaitu huku yang berlaku dalam negara lain.
d) Hukum Gereja yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya.
4). Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Ius Constitutum (Hukum Positif yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.)
Singkatnya : hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu ” Tata Hukum ”.
b) Ius Constituendum yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
c) Hukum Asasi yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.
Ketiga macam hukum ini merupakan Hukum Duniawi.
5). Menurut cara mempertahankannya hukum dapat dibagi dalam
a) Hukum material yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kpentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan-laranagn.
Contoh Hukum Material : Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang, dan lain-lain.
Jika orang berbicara tentang Hukum Pidana, Hukum Perdata, maka yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Material dan Hukum Perdata Material.
b) Hukum Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara) yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-cara Hakim memberi putusan.
Contoh Hukum Formal : Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
Hukum Acara Pidana : peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukkum Pidana Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Pidana dan bagaimana caranya Hakim pidana memberi putusan.
Hukum Acara Perdata yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagimana cara memelihara dan mempertahankan Hukkum Perdata Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Perdata dan bagaimana caranya Hakim perdata memberi putusan.
6). Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum yang memaksa yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaaan mutlak.
b) Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap) yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam satu perjanjian.
7). Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Objektif yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.
b) Hukum Subjektif yaitu hukum yang timbul dari Hukum Objektifdan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih.
Hukum subjektif disebut juga HAK.
Pembagian hukum jenis ini kini jarang digunakan orang.
Menurut Isinya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan natar orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
b) Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warganegara).
2. Hukum Sipil dan Hukum Publik
Dari segala macam hukum yang disebut diatas, yang terpenting adalah Hukum Sipil dan Hukum Publik.
1) Hukum Sipil (Hukum Privat)
Hukum Sipil teridiri dari :
a) Hukum Sipil dalam arti luas, yang meliputi :Hukum Perdata, dan Hukum Dagang
b) Hukum Sipil dalam arti sempit, yang meliputi : Hukum Perdata saja.
Catatan : dalam beberapa buku-buku tentang hukum, orang sering mempersamakan Hukum Sipil dengan Hukum Perdata. Agar tidak membingungkan, maka perlu dijelaskan bahwa :
Jika diartikan secara luas, maka hukum Perdata itu adalah sebagaian dari Hukum Sipil.
Jika diartikan secara sempit, maka Hukum Perdata itu dalah sama dengan Hukum Sipil.
Dalam bahasa asing :
Hukum Sipil = Privaatrecht atau Civielrecht
Hukum Perdata = Burgerlijkrecht
Privaatrecht dalam arti lus meliputi :
a) Burgerlijkrecht
b) Handelscrecht (Hukum Dagang)
2) Hukum Publik terdiri dari:
a) Hukum Tata Negara yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain, dan hubungan antar Negara (pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah-daerah swastantra).
b) Hukum Administrasi Negara (Hukum Tatausaha Negara atau Hukum Tata Pemerintahan) yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkpan negara.
c) Hukum Pidana (pidana=hukuman) yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan. Paul Scholten dan Logemann menganggap Hukum Pidana tidak termasuk Hukum Publik.
d) Hukum Internsional, yang terdiri dari:
1. Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya
Walaupun hukum itu terlalu luas sekali sehingga orang tak dapat membuat definisi singkat yang meliputi segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa asas pembagian sebagai berikut :
1). Menurut Sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Undang-Undang yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
b) Hukum Kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat).
c) Hukum Traktat yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antara neagara (traktat).
d) Hukum Jurisprudensi yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
2). Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Tertulis. Hukum ini dapat pula merupakan ;
1. Hukum Tertulis yang dikodifiksikan
2. Hukum Tertulis tidak dikodifikasikan
b) Hukum Tidak Tertulis (Hukum Kebiasaan)
(keterangan mengenai kedua macam hukum ini telah diberikan dalam penjelasan tentnag kodifikasi)
3). Menurut Tempat berlakunya hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Nasional yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b) Hukum Internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c) Hukum Asing yaitu huku yang berlaku dalam negara lain.
d) Hukum Gereja yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya.
4). Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Ius Constitutum (Hukum Positif yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.)
Singkatnya : hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu ” Tata Hukum ”.
b) Ius Constituendum yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
c) Hukum Asasi yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.
Ketiga macam hukum ini merupakan Hukum Duniawi.
5). Menurut cara mempertahankannya hukum dapat dibagi dalam
a) Hukum material yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kpentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan-laranagn.
Contoh Hukum Material : Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang, dan lain-lain.
Jika orang berbicara tentang Hukum Pidana, Hukum Perdata, maka yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Material dan Hukum Perdata Material.
b) Hukum Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara) yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-cara Hakim memberi putusan.
Contoh Hukum Formal : Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
Hukum Acara Pidana : peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukkum Pidana Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Pidana dan bagaimana caranya Hakim pidana memberi putusan.
Hukum Acara Perdata yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagimana cara memelihara dan mempertahankan Hukkum Perdata Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Perdata dan bagaimana caranya Hakim perdata memberi putusan.
6). Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum yang memaksa yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaaan mutlak.
b) Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap) yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam satu perjanjian.
7). Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Objektif yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.
b) Hukum Subjektif yaitu hukum yang timbul dari Hukum Objektifdan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih.
Hukum subjektif disebut juga HAK.
Pembagian hukum jenis ini kini jarang digunakan orang.
Menurut Isinya, hukum dapat dibagi dalam :
a) Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan natar orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
b) Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warganegara).
2. Hukum Sipil dan Hukum Publik
Dari segala macam hukum yang disebut diatas, yang terpenting adalah Hukum Sipil dan Hukum Publik.
1) Hukum Sipil (Hukum Privat)
Hukum Sipil teridiri dari :
a) Hukum Sipil dalam arti luas, yang meliputi :Hukum Perdata, dan Hukum Dagang
b) Hukum Sipil dalam arti sempit, yang meliputi : Hukum Perdata saja.
Catatan : dalam beberapa buku-buku tentang hukum, orang sering mempersamakan Hukum Sipil dengan Hukum Perdata. Agar tidak membingungkan, maka perlu dijelaskan bahwa :
Jika diartikan secara luas, maka hukum Perdata itu adalah sebagaian dari Hukum Sipil.
Jika diartikan secara sempit, maka Hukum Perdata itu dalah sama dengan Hukum Sipil.
Dalam bahasa asing :
Hukum Sipil = Privaatrecht atau Civielrecht
Hukum Perdata = Burgerlijkrecht
Privaatrecht dalam arti lus meliputi :
a) Burgerlijkrecht
b) Handelscrecht (Hukum Dagang)
2) Hukum Publik terdiri dari:
a) Hukum Tata Negara yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain, dan hubungan antar Negara (pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah-daerah swastantra).
b) Hukum Administrasi Negara (Hukum Tatausaha Negara atau Hukum Tata Pemerintahan) yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkpan negara.
c) Hukum Pidana (pidana=hukuman) yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan. Paul Scholten dan Logemann menganggap Hukum Pidana tidak termasuk Hukum Publik.
d) Hukum Internsional, yang terdiri dari:
- Hukum Perdata Internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antar warganegara-warganegara sesuatu negara dengan warganegara-warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional.
- Hukum Publik Internasional (Hukum Antar Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antar negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan internasional.
Jika orang
berbicara tentang Hukum Internsional, maka hampir selalu maksudnya ialah Hukum
Publik Internsional.
3. Perbedaan Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana
a. Perbedaan Isinya :
a) Hukum perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
b) Hukum Pidana mengatur hubungan hukum antara seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu.
b. perbedaan pelaksanaannya :
a) pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan.
Pihak yang mengadu, menjadi penggugat dalam perkara itu.
b) Pelanggaran terhadap norma hukum pidana, pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadp norma hukum pidana (detik=tindak pidana), maka alat-alat perlengkapan negara seperti polisi, jaksa, dan hakim segera bertindak.
Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada yang berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Pihak yang melaporkan (yang dirugikan) menjadi saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi penggugat adalah Penuntut Umum itu (Jaksa).
Terhadap beberapa tindak pidana tertentu tidak diambil tindakan oleh pihak berwajib, jika tidak diajukan pengaduan oleh pihak yang dirugikan, misalnya : perkosaan, pencurian antara keluarga, dll.
c. Perbedaan menafsirkan :
a) Hukum perdata membolehkan untuk mengadkan macam-macam interplasi terhadap Undang-Undang hukum Perdata.
b) Hukum Pidana hnaya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang Pidana itu sendiri. Hukum Pidana hanya mengenal penafsiran autentik yaitu penafsiran yang tercantum Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri (Titel IX dari buku ke-I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
3. Perbedaan Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana
a. Perbedaan Isinya :
a) Hukum perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
b) Hukum Pidana mengatur hubungan hukum antara seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu.
b. perbedaan pelaksanaannya :
a) pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan.
Pihak yang mengadu, menjadi penggugat dalam perkara itu.
b) Pelanggaran terhadap norma hukum pidana, pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadp norma hukum pidana (detik=tindak pidana), maka alat-alat perlengkapan negara seperti polisi, jaksa, dan hakim segera bertindak.
Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada yang berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Pihak yang melaporkan (yang dirugikan) menjadi saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi penggugat adalah Penuntut Umum itu (Jaksa).
Terhadap beberapa tindak pidana tertentu tidak diambil tindakan oleh pihak berwajib, jika tidak diajukan pengaduan oleh pihak yang dirugikan, misalnya : perkosaan, pencurian antara keluarga, dll.
c. Perbedaan menafsirkan :
a) Hukum perdata membolehkan untuk mengadkan macam-macam interplasi terhadap Undang-Undang hukum Perdata.
b) Hukum Pidana hnaya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang Pidana itu sendiri. Hukum Pidana hanya mengenal penafsiran autentik yaitu penafsiran yang tercantum Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri (Titel IX dari buku ke-I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
4.
Perbedaan Acara Perdata (Hukum Acara Perdata) dengan Acara Pidana (Hukum Acara
Pidana)
Hukum Acara Perdata ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata material. Hukum Acara Pidana ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memeliahara dan mempertahankan hukum pidana material.
1) Perbedaan mengadili
a) Hukum Acara Perdata mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara di muka pengadilan perdata oleh hakim perdata.
b) Hukum Acara Pidana mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara dimuka pengadilan pidana oleh hakim pidana.
2) Perbedaan Pelaksanaan
a) Pada Hukum Acara perdata inisiatip datang dari pihak yang berkepentingan yang dirugikan.
b) Pada Hukum Acara Pidana inisiatipnya itu datang dari penuntut umum (jaksa).
3) Perbedaan daam penuntutan
a) Dalam Acara Perdata, yangmenuntut si tergugat ialah pihak yang dirugikan. Penggugat berhadapan dengan tergugat. Jadi tidak terdapat penuntut umum atau jaksa.
b) Dalam Acara Pidana, jaksa menjadi penuntut terhap si terdakwa. Jaksa sebagai penuntut umum yang mewakili negara, berhadapan dengan si terdakwa. Jadi disini terdapat seorang jaksa.
4) Perbedaan alat-alat bukti :
a) Dalam Acara Perdata sumpah merupakan alat pembuktian (terdapat 5 alat bukti yaitu tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah).
b) Dalam Acara Pidana ada 4 alat bukti (kecuali sumpah).
5) Perbedaan penarikan kembali suatu perkara :
a) Dalam Acara Perdata, sebelum ada putusan hakim, pihak-pihak yang bersangkutan boleh menarik kembali perkaranya.
b) Dalam Acara Pidana, tidak dapat ditarik kembali.
6) Perbedaan kedudukan para pihak
a) Dalam Acara Perdata, pihak-pihak mempunyai keudukan yang sama. Hakim hanya bertindak sebagai wasit, dan bersifat pasif.
b) Dalam Acara Pidana, Jaksa kedudukannya lebih tinggi daripada terdakwa. Hakim juga turut aktif.
7) Perbedaan dalam dasar keputusan hakim :
a) Dalam Acara Perdata, putusan hakim itu cukup dengan mendasarkan diri pada kebenaran formal saja (akta tertulis dll)
b) Dalam Acara Pidana, putusan hakim ahrus mencari kebenaran materal (menurut keyakinan, persaan keadilanhakim sendiri).
8) Perbedaan macamnya hukuman :
a) Dalam Acara Perdata, tergugat yang terbukti kesalahnnya dihukum denda, atau hukum kurungan sebagai pengganti denda.
b) Dalam Acara Pidana, terakwa yang terbukti kesalahannya dipidana mati, dipenjara, kurungan atau denda, mungkin ditambah dengan pidana tambahan seperti : dicabut hak-hak tertentu dll.
9) Perbedaan dalam bandingan (pemeriksaan tingkat banding)
a) Bandingan perkara perdata dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tnggi disebut Appel.
b) Bandingan perkara pidana dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan tinggi disebut Revisi.
(Appel dan revisi, dalam bahasa Indoneisa keduanya disebut banding).
Hukum Acara Perdata ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata material. Hukum Acara Pidana ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memeliahara dan mempertahankan hukum pidana material.
1) Perbedaan mengadili
a) Hukum Acara Perdata mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara di muka pengadilan perdata oleh hakim perdata.
b) Hukum Acara Pidana mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara dimuka pengadilan pidana oleh hakim pidana.
2) Perbedaan Pelaksanaan
a) Pada Hukum Acara perdata inisiatip datang dari pihak yang berkepentingan yang dirugikan.
b) Pada Hukum Acara Pidana inisiatipnya itu datang dari penuntut umum (jaksa).
3) Perbedaan daam penuntutan
a) Dalam Acara Perdata, yangmenuntut si tergugat ialah pihak yang dirugikan. Penggugat berhadapan dengan tergugat. Jadi tidak terdapat penuntut umum atau jaksa.
b) Dalam Acara Pidana, jaksa menjadi penuntut terhap si terdakwa. Jaksa sebagai penuntut umum yang mewakili negara, berhadapan dengan si terdakwa. Jadi disini terdapat seorang jaksa.
4) Perbedaan alat-alat bukti :
a) Dalam Acara Perdata sumpah merupakan alat pembuktian (terdapat 5 alat bukti yaitu tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah).
b) Dalam Acara Pidana ada 4 alat bukti (kecuali sumpah).
5) Perbedaan penarikan kembali suatu perkara :
a) Dalam Acara Perdata, sebelum ada putusan hakim, pihak-pihak yang bersangkutan boleh menarik kembali perkaranya.
b) Dalam Acara Pidana, tidak dapat ditarik kembali.
6) Perbedaan kedudukan para pihak
a) Dalam Acara Perdata, pihak-pihak mempunyai keudukan yang sama. Hakim hanya bertindak sebagai wasit, dan bersifat pasif.
b) Dalam Acara Pidana, Jaksa kedudukannya lebih tinggi daripada terdakwa. Hakim juga turut aktif.
7) Perbedaan dalam dasar keputusan hakim :
a) Dalam Acara Perdata, putusan hakim itu cukup dengan mendasarkan diri pada kebenaran formal saja (akta tertulis dll)
b) Dalam Acara Pidana, putusan hakim ahrus mencari kebenaran materal (menurut keyakinan, persaan keadilanhakim sendiri).
8) Perbedaan macamnya hukuman :
a) Dalam Acara Perdata, tergugat yang terbukti kesalahnnya dihukum denda, atau hukum kurungan sebagai pengganti denda.
b) Dalam Acara Pidana, terakwa yang terbukti kesalahannya dipidana mati, dipenjara, kurungan atau denda, mungkin ditambah dengan pidana tambahan seperti : dicabut hak-hak tertentu dll.
9) Perbedaan dalam bandingan (pemeriksaan tingkat banding)
a) Bandingan perkara perdata dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tnggi disebut Appel.
b) Bandingan perkara pidana dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan tinggi disebut Revisi.
(Appel dan revisi, dalam bahasa Indoneisa keduanya disebut banding).
5. Golongan hukum
Perdata lainnya
Hukum Perdata itu berlaku terhadap penduduk dalam suatu negara yang tunduk
pada hukum yang bersamaan. Jika penduduk dalam satu negara tunduk pada Hukum
Perdata yang berlainan, maka yang berlaku adalah Hukum Perselisihan atau Hukum
Koalisi atau Hukum Konflik atau Hukum antar Tata Hukum.
Hukum perselisihan ialah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan hukum manakah atau hukum apakah yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut lebih dari satu sistem hukum.
Hukum perselisihan ada beberapa jenis yakni
1) Hukum Antar Golongan atau Hukum Intergentil
2) Hukum antar Tempat atau Hukum Interlocal
3) Hukum Antar Bagian atau Hukum Interregional
4) Hukum Antar Agama atau Hukum Interreligius
5) Hukum Antar Waktu atau Hukum Intertemporal.
Hukum Perselisihan dan jenis-jenisnya itu hanya berlaku terhap warganegara-warganegara dalam satu negara yang berlainan Hukum Perdatanya, disebabkan perbedaan-perbedaan : golongan, tempat, bagian negara, agama, dan waktu berlaku peraturan hukum (pluralisme dalamHukum Perdata). Sedangkan Hukum Pidana telah berlaku bagi semua golongan penduduk di Indonesia (unifikasi).
Bagi golonagn penduduk dalamsatu negara yang berlainan Kewarganegaraan yang masing-masing tunduk pad hukum Perdata Nasionalnya, mak yang berlaku ialah hukum Perdata Internasioanal.
Ada sarjana yang menggolongkan hukum Perdata internasional ke dalam hukum Perselisihan. Semua jenis hukum yang disebutkan diatas adalah termsuk golongan Hukum Perdata.
Hukum perselisihan ialah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan hukum manakah atau hukum apakah yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut lebih dari satu sistem hukum.
Hukum perselisihan ada beberapa jenis yakni
1) Hukum Antar Golongan atau Hukum Intergentil
2) Hukum antar Tempat atau Hukum Interlocal
3) Hukum Antar Bagian atau Hukum Interregional
4) Hukum Antar Agama atau Hukum Interreligius
5) Hukum Antar Waktu atau Hukum Intertemporal.
Hukum Perselisihan dan jenis-jenisnya itu hanya berlaku terhap warganegara-warganegara dalam satu negara yang berlainan Hukum Perdatanya, disebabkan perbedaan-perbedaan : golongan, tempat, bagian negara, agama, dan waktu berlaku peraturan hukum (pluralisme dalamHukum Perdata). Sedangkan Hukum Pidana telah berlaku bagi semua golongan penduduk di Indonesia (unifikasi).
Bagi golonagn penduduk dalamsatu negara yang berlainan Kewarganegaraan yang masing-masing tunduk pad hukum Perdata Nasionalnya, mak yang berlaku ialah hukum Perdata Internasioanal.
Ada sarjana yang menggolongkan hukum Perdata internasional ke dalam hukum Perselisihan. Semua jenis hukum yang disebutkan diatas adalah termsuk golongan Hukum Perdata.
6. Hukum Yang
Dikodifikasika dan Hukum Yang Tidak Dikodifikasikan
Hukum yang
dikodifikasikan ialah hukum tertulis, tetapi tidak semua hukum tertulis itu
telah dikodifikasikan, sehingga hukum tertulis itu dapat dibedakan antara :
(1) Hukum Tertulis yang telah dikodifiksikan misalnya
a) Hukum Pidana, yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) tahun 1918
b) Hukum Sipil yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang hukum Sipil (KUHS) paa tahun 1848
c) Hukum Dagang yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang Dagang (KUHD) pada tahun 1848.
d) Hukum Acara Pidana yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada tahun 1981.
Jelas bhwa Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana, Hukum Perdata dan Hukum Dagang bentuknya adalah tertulis dan dikodifiksikan.
(2) Hukum Tertulis yang tidak dikodifiksikan misalnya
a) Peraturan tentang Hak Merek Perdagangan
b) Peraturan tentang Hak Otroi (hak menemukan dibidang industri)
c) Peraturan tentang Hak Cipta
d) Peraturan tentang Ikatan Perkreditan
e) Peraturan tentang Ikatan Panen
f) Peraturan tentang Kepailitan
g) Peraturan tentang Penundaan Pembayaran (dalam keadaan pailit)
Peraturan-peraturan ini berlaku sebagai perturan-pertauran dalam bidang Hukum Dagang dan merupakan Hukum Dagang yang tidak dikodifikasikan.
Sumber : http://www.google.co.id
http://fadlyknight.blogspot.com/2011/12/kodifikasi-hukum-di-indonesia.html
(1) Hukum Tertulis yang telah dikodifiksikan misalnya
a) Hukum Pidana, yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) tahun 1918
b) Hukum Sipil yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang hukum Sipil (KUHS) paa tahun 1848
c) Hukum Dagang yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang Dagang (KUHD) pada tahun 1848.
d) Hukum Acara Pidana yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada tahun 1981.
Jelas bhwa Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana, Hukum Perdata dan Hukum Dagang bentuknya adalah tertulis dan dikodifiksikan.
(2) Hukum Tertulis yang tidak dikodifiksikan misalnya
a) Peraturan tentang Hak Merek Perdagangan
b) Peraturan tentang Hak Otroi (hak menemukan dibidang industri)
c) Peraturan tentang Hak Cipta
d) Peraturan tentang Ikatan Perkreditan
e) Peraturan tentang Ikatan Panen
f) Peraturan tentang Kepailitan
g) Peraturan tentang Penundaan Pembayaran (dalam keadaan pailit)
Peraturan-peraturan ini berlaku sebagai perturan-pertauran dalam bidang Hukum Dagang dan merupakan Hukum Dagang yang tidak dikodifikasikan.
Sumber : http://www.google.co.id
http://fadlyknight.blogspot.com/2011/12/kodifikasi-hukum-di-indonesia.html
1.
Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Ekonomi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan
kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan
(Ingg: scarcity). Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau
pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam
kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum. Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata
2.Tujuan Hukum dan Sumbr-sumber hukum
Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
• Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
• Sumber hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
1. Traktat (Treaty)
2. Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
3.Kodifikasi hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
o Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
o Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
o Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
o Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
4.Kaidah/Norma
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum. Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata
2.Tujuan Hukum dan Sumbr-sumber hukum
Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
• Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
• Sumber hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
1. Traktat (Treaty)
2. Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
3.Kodifikasi hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
o Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
o Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
o Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
o Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
4.Kaidah/Norma
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
Sumber :
http://www.rentcost.com/2012/01/pengertian-hukum-dan-definisi-hukum.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi-2/
http://raniaja.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-sumber-sumber-hukum-dalam.html
http://renytriutami.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-dan-sumber-sumber-hukum.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial
http://www.rentcost.com/2012/01/pengertian-hukum-dan-definisi-hukum.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi-2/
http://raniaja.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-sumber-sumber-hukum-dalam.html
http://renytriutami.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-dan-sumber-sumber-hukum.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial
Hukum adalah
sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.
dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat
menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif
hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara
hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan
mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf
Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari
pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
TUJUAN HUKUM
Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
- PROF. SUBEKTI, SH
Dalam Buku yang berjudul “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan,”Prof.Subekti.S.H mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat.
Hukum tidak saja harus mencari keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan “keadilan” tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tu ntutan “ketertiban” atau “kepastian hukum”
- PROF. MR. DR. LJ. VAN APELDOORN
Prof. Van Apeldoorn dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlandserecht” mengatakan, bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.
Yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
TUJUAN HUKUM
Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
- PROF. SUBEKTI, SH
Dalam Buku yang berjudul “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan,”Prof.Subekti.S.H mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat.
Hukum tidak saja harus mencari keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan “keadilan” tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tu ntutan “ketertiban” atau “kepastian hukum”
- PROF. MR. DR. LJ. VAN APELDOORN
Prof. Van Apeldoorn dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlandserecht” mengatakan, bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.
Yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
- Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber
hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut
ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
Contoh :
- Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
- Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
- Sumber hukum formal
- Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu
peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan
dipelihara oleh penguasa Negara.
- Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu
perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila
suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu
berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan
dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan
demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang
sebagai hukum.
- Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari
ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk
membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian,
apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat
dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat
peraturan sendiri.
- Traktat (Treaty)
- Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
A.
Ø Hak Kebendaaan Yang
Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang
Hak kebendaan yang bersifat sebagai
pekunasan hutang (hak jaminan)adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor
yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan
jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi
(perjanjian).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci namun bersirat dalam Pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-Macam Pelunasan Hutang
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci namun bersirat dalam Pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-Macam Pelunasan Hutang
- Jaminan Umum
Pelunasan hutang
dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH
Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur
baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerak maupun tidak bergerak
merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal
1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa harta kekayaan debitur menjadi jaminan
secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dikadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dikadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat
dinilai dengan uang)
Benda tersebut dapat dipindah tangankan
haknya kepada pihak lain.
2. Jaminan Khusus
Pelunasa piutang
dengan jaminan khusu merupakan hak khusus pada jaminan bagi pemegang gadai,
hipotik, hak tanggungan dan fidusia.
Gadai
Dalam pasal 1150
KUH Perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas
suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain
atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Sifat-Sifat Gadai :
- Gadai adalah untuk benda bergerak, baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud.
- Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan
dari perjanjian pokok yang dimaksudkan untuk mejaga jangan sampai debitur itu
lalai membayar hutangnya kembali.
- Adanya sifat kebendaan.
- Syarat inbezitztelling, artinya benda gadai harus
keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi
gadai kepada pemegang gadai.
- Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
- Hak preferensi (hak untuk didahulukan).
-Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian
hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang, oleh
karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
Objek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten.
Hak pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung, pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri. Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya dikembalikan kepada debitur. Penjualan barang tersebut harus dilakukan dimuka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang berlaku:
Objek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten.
Hak pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung, pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri. Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya dikembalikan kepada debitur. Penjualan barang tersebut harus dilakukan dimuka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang berlaku:
Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan
ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda
gadai.
Pemegang gadai mempunyai hak untuk
menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur
(jumlah hutang dan bunga)
Pemegang gadai mempunya prefensi (hak
untuk didahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
Hak untuk menjual benda gadai dengan
perantara hakim, jika debitur menuntut dimuka hukum supaya barang gadai dijual
menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta
bunga.
Atas izin hakim tetap menguasai benda
gadai.
Hipotik
Hipotik
berdasarkan pasal 1162 KUH Perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak
bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perhutangan. Sifat-sifat hipotik, antara lain :
Bersifat accesoir, sama seperti gadai.
Mempunyai sifat zaaksgevolg yaitu hak
hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapapun benda
tersebut berada.
Lebih didahulukan pemenuhannya dari
piutang yang lain.
Objeknya benda-benda tetap.
Hak Tanggungan
Berdasarkan Pasal 1
Ayat 1 undang-undang hak tanggungan (UUTH), hak tanggungan adalah hak jaminan
atas tanah yang dibebankan berikut benda0benda lain yang merupakan suatu satu
kesatuan dengan tanah ituuntuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
Dengan demikian, UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu yang kuat dengan
ciri sebagai berikut :
Kreditur yang diutamakan terhadap
kreditur lainnya.
Hak tanggungan tetap mengikuti objeknya
dalam tangan siapapun objek tersebut atau selama perjanjian pokok belum
dilunasi.
Memenuhi syarat spesialitas dan
publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Mudah dan pasti dalam pelaksaan
eksekusinya. Benda yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus
harus memenuhi syarat-syarat khusus seperti berikut :
* Benda tersebut
bersifat ekonomis.
* Benda tersebut
dapat dipindah tangankan.
* Tanah yang akan
dijadikan jaminan ditunjukkan oleh undang-undang.
* Tanah-tanah
tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum (bersertifikat berdasarkan peraturan
pemerintah No. 29 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran).
Objek Haka
Tanggungan, antara lain adalah Hak Milik (HM) dan Hak Guna Usaha (HGU)
Sumber : http://www.scribd.com
Sumber : http://www.scribd.com
Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
2. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
2. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum : - Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai
dengan uang)
- Benda tersebut bisa dipindahtangankan
haknya pada pihak lain
2. Jamian yang bersifat khusus: - Gadai
- Hipotik
- Hak Tanggungan
- Fidusia
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/subjek-hukum-objek-hukum
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
2. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
2. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum : - Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai
dengan uang)
- Benda tersebut bisa dipindahtangankan
haknya pada pihak lain
2. Jamian yang bersifat khusus: - Gadai
- Hipotik
- Hak Tanggungan
- Fidusia
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/subjek-hukum-objek-hukum
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/
C.
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi
subjek hukum dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum karena hal itu
dapat dikuasai oleh subjek hukum. Dalam bahasa hukum, objek hukum dapat juga
disebut hak atau benda yang dapat dikuasai dan/atau dimiliki subyek hukum.
Adapun objek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yaitu benda. Benda yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi banyak hukum atau segala sesuatu yang menjadi
pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu
yang dapat menjadi objek hak milik.
Menurut sistem KUH Perdata benda dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Barang yang wujud (lichamelijk) dan barang yang tidak berwujud (onlichamelijk)
2. Barang yang bergerak dan barang yang tidak bergerak (yang paling penting)
1. Barang yang wujud (lichamelijk) dan barang yang tidak berwujud (onlichamelijk)
2. Barang yang bergerak dan barang yang tidak bergerak (yang paling penting)
- Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi :
1. Benda tidak bergerak karena
sifatnya, misalnya pohon, arca, dan patung.
2. Benda tidak bergerak karena
tujuannya, yaitu alat-alat yang dipakai dalam pabrik
3. Benda tidak bergerak karena
ketentuan undang-undang, berwujud atas benda-benda yang tidak bergerak,
misalnya : hipotik.
- Benda bergerak dapat dibedakan menjadi :
1. Benda bergerak karena sifatnya,
yaitu benda yang dapat dipindahkan.
2. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang,
yaitu hak atas benda bergerak misalnya saham PT.
3. Barang yang dapat dipakai habis dan
barang-barang yang dipakai tidak habis
4. Barang-barang yang sudah ada dan
yang masih ada.
Dengan demikian membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak ada 4
hal, yaitu:
1. Bezit (pemilikan), dalam hal benda
bergerak berlaku azas yang tercantum dalam Pasal 1977 KUH Perdata, yaitu
berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut.
sedangkan benda tidak bergerak tidak demikian halnya.
2. Levering (penyerahan), yaitu benda
bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari
tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3. Verjaring (daluwarsa), yaitu untuk
benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan
pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda tidak
bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4. Bezwaring (pembebanan),yaitu
terhadap benda bergerak dilakukan dengan pand (gadai) sedangkan untuk benda
tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta
benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
Kesimpulan:
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi
subjek hukum dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum karena hal itu
dapat dikuasai oleh subjek hukum. Dalam bahasa hukum, objek hukum dapat juga
disebut hak atau benda yang dapat dikuasai dan/atau dimiliki subyek hukum.
Misalnya, Andi meminjamkan buku kepada Budi. Di sini, yang menjadi objek
hukum dalam hubungan hukum antara Andi dan Budi adalah buku. Buku menjadi objek
hukum dari hak yang dimiliki Andi.
Objek hukum dapat berupa benda, baik benda yang bergerak, (misalnya mobil
dan hewan) maupun benda tidak bergerak (misalnya tanah dan bangunan). Di
samping itu, objek hukum dapat berupa benda berwujud (misalnya tanah, bangunan,
dan mobil) maupun benda tidak berwujud (misalnya hak cipta, hak merek, dan hak
paten).
Sumber:
D.
SUBJEK HUKUM MANUSIA DAN BADAN USAHA
Pengertian subyek hukum (rechts
subyek) menurut Algra dalah setiap orang mempunyai hak dan kewajiban, yang
menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan pengertian wewenag
hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.
Subjek hukum ialah
suatu pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai hak/kewajiban/kekuasaan
tertentu atas sesuatu tertentu.
Pada dasarnya subjek
hukum dapat dibedakan atas:
1. Manusia
Manusia
Menurut hukum, tiap-tiap seorang
manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak
serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai
hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih
berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat
urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang
oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum.
Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau
dibantu oleh orang lain.
Adapun manusia yang
patut menjadi Subjek Hukum adalah Orang yang cakap hukum.
Orang yang tidak cakap hukum tidak merupakan Subjek Hukum. Orang yang cakap
hukum adalah orang yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya dimuka
hukum. Perlu diketahui ada 3 kriteria orang yang tidak cakap hukum, yaitu:
1) Orang yang masih
dibawah umur (belum berusia 21 tahun dan belum menikah),
2) Orang yang tidak
sehat pikirannya/dibawah pengampuan (Curatele),
3) Perempuan dalam
pernikahan (sekarang tidak berlaku, berdasarkan SEMA No.3 tahun 1963)
*Secara yuridisnya ada
2 alasan yang menyebutkan manusia sbg subjek hukum yaitu :
·
Manusia mempunyai hak-hak subyektif
·
Kewenangan hukum
*Syarat-syarat cakap
hukum :
·
Seseorang yang sudah dewasa berumur 21
tahun (Undang Perkawinan No.1/1974 dan KUHPerdata)
·
Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun
tetapi pernah menikah
·
Sesorang yang sedang tidak menjalani
hokum
·
Berjiwa sehat dan berakal sehat
*Syarat-syarat tidak cakap
hukum :
·
Seseorang yang belum dewasa
·
Sakit ingatan
·
Kurang cerdas
·
Orang yang ditaruh dibawah pengampuan
·
Seseorang wanita yang bersuami (Pasal
1330 KUH Perdata)
- Badan Hukum
Badan Hukum adalah
badan/kumpulan manusia yang oleh hukum diberi status sebagai orang yang
memiliki hak dan kewajiban. Badan hukum ialah suatu badan usaha yang
berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan
yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang
telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga
mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan
melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para
pengurusnya.
Contoh-contoh badan
hukum: PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan
(Perusahaan Jawatan), dan sebagainya.
*Badan hukum mempunyai
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum :
·
Memilki kekayaan yang terpisah dari
kekayaan anggotanya
·
Hak dan kewajiban badan hukum terpisah
dari hak dan kewajiban para anggotanya
*Badan hukum dibedakan
dalam 2 bentuk, yaitu :
·
Badan Hukum Publik
·
Badan Hukum Privat
*Ada 4 teori yang
digunakan sbg syarat badan hukum untuk menjadi subjek hukum:
·
Teori Fictie adalah badan hukum itu
semata-mata buatan negara saja.
·
Teori Kekayaan Bertujuan adalah hanya
manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum.
·
Teori Pemilikan adalah hak dan kewajiban
badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak kewajiban anggota bersama-sama.
·
Teori Organ adalah suatu jelmaan yang
sungguh-sungguh ada dalam pergaulan hukum.
Sumber :
BAB III
A.
HUKUM PERDATA
A. ISTILAH DAN
PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Istilah
hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai
teremahan dari burgerlijkrecht pada masa penduduka jepang. Di samping
istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.
Para ahli
memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum
perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“suatu
peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan
individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan
hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”
Pendapat
lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:
“aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan
pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan
prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna
kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama
yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”
Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian
utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu degan orang
lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi
badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih
sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak
tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam
hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam hukum perdata terdapat 2
kaidah, yaitu:
1. Kaidah
tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah
hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi.
2. Kaidah tidak
tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek
kehidupan masyarakat (kebiasaan)
Subjek hukum
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Manusia
Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai
hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.
2. Badan hukum
Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai
tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.
Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
1. Hubungan
keluarga
Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang
orang dan hukum keluarga.
2. Pergaulan
masyarakat
Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan
hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.
Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan
unsur-unsurnya yaitu:
1. Adanya
kaidah hukum
2. Mengatur
hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.
3. Bidang hukum
yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum
benda, hukum waris, hukum perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa.
B. HUKUM
PERDATA MATERIIL DI INDONESIA
Hukum perdata yang berlaku di Indonesi beranekaragam,
artinya bahwa hukum perdata yang berlaku itu terdiri dari berbagai macam
ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk pada hukumya sendiri, ada
yang tunduk dengan hukum adat, hukum islam , dan hukum perdata barat. Adapun
penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini adalah
1.
Politik
Hindia Belanda
Pada pemerintahan Hindia Belanda penduduknya di bagi
menjadi 3 golongan:
a. Golongan
Eropa dan dipersamakan dengan itu
b. Golongan timur asing. Timur asing
dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa, Seperti Arab, Pakistan.
Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan yang bukan Tionghoa di berlakukan
hukum adat.
c. Bumiputra,yaitu
orang Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.
Konsekuensi
logis dari pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system hukum
yang diberlakukan kepada mereka.
2.
Belum adanya
ketentuan hukum perdata yang berlaku secara nasional.
C.
SUMBER HUKUM
PERDATA TERTULIS
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2
macam:
1. Sumber hukum
materiil
Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materi
hukum itu diambil. Misalnya hubungan social,kekuatan politik, hasil penelitian
ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan georafis.
2. Sumber hukum
formal
Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh
kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan
peraturan hukum formal itu berlaku.
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata
,traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi
lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis.
Yang di maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya
kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah
hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat,
dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat
ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis.
Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1. AB (algemene
bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda
2. KUHPerdata
(BW)
3. KUH dagang
4. UU No 1
Tahun 1974
5. UU No 5
Tahun 1960 Tentang Agraria.
Yang dimaksud dengan traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua
Negara atau lebih dalam bidang keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan
perjanjian internasioanl. Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibuat antara
pemerintah Indonesia denang PT Freeport Indonesia.
Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang
berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara
terutama dalam perkara perdata. Contohnya H.R 1919 tentang pengertian perbuatan
melawan hukum . dengna adanya putsan tersebut maka pengertian melawan hukum
tidak menganut arti luas. Tetapi sempit. Putusan tersebut di jadikan pedoman
oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan sengketa perbutan melawan hukum.
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.com/2013/05/pengertian-hukum-perdata.html
B.
A. Pengertian dan keadaan hukum Perdata di Indonesia
Hukum Perdata adalah Hukum yang mengatur
hubungan antara perorangan didalam masyarakat.Perkataan hukum perdata dalam
arti yang luas meliputi Hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai
lawan dari hukum pidana.
Hukum privat adalah hukum yang memuat
segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan didalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Disamping hukum privat materiil, juga
dikenal hukum perdata formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP(Hukum
Acara perdata) atau proses yang artinya hukum yang memuat segala pearturan yang
mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan
perdata.
Didalam pengertian sempit kadang-kadang
Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan hukum dagang.
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat
majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
·
Faktor etnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena
negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
·
Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang
membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan :
1. Golongan eropa dan yang dipersamakan
2. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan
3. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Pasal 131.I.S. yaitu mengatur Hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 LS diatas.
Pasal 131.I.S. yaitu mengatur Hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 LS diatas.
adapun hukum yang diberlakukan bagi
masing-masing golongan yaitu :
· Golongan Eropa dan yang di persamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum
dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Daganga di negeri
Belanda berdasarkan azas konkordinasi.
· Golongan Bumi Putera berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dulu
kala berlaku dikalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut
belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
· Golongan Timur Asing berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa
golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada
Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macamtindakan
hukum tertentu saja.
Maksudnya untuk segala golongan warga negara berlainan satu dengan yang
lain dapat lita lihat :
1. Untuk golongan bangsa
indonesia asli
Berlaku hukum adat yaitu yang sejak dahulu dikalangan rakyat, hukum yang
sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan
rakyat mengenai segala hal didalam kehidupan kita dalam masyarakat.
2. Untuk golongan warga
negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa Eropa
Berlaku kitab KUHP(Burgerlijk Weboek) dan KUHD(Wetboek van Kophandel),
dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpanganm
yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL dari buku I tentang :
Upara yang mendahului pernikahan dan meneganai penahanan pernikahan. Hal
ini tidak berlaku bagi giolongan Tionghoa. Karena pada mereka diberlakukan
khusus yaitu Burgerlijke Stand, dan peraturan mengenai pengankatan anak
(adopsi)
Sumber :
C.
Menurut ilmu
pengetahuan hukum, hukum perdata terbagi ke dalam 4 kelompok yaitu:
Hukum perorangan (Personenrecht)
Beberapa
ahli hukum menyebutnya dengan istilah hukum pribadi. Hukum perorangan adalah
semua kaidah hukum yang mengatur mengenai siapa saja yang dapat membawa hak dan
kedudukannya dalam hukum. Hukum perorangan terdiri dari:
- Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum, kewenangan hukum, domestik dan catatan sipil.
- Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
- Hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan tersebut.
Hukum Keluarga (Familierecht)
Merupakan
semua kaidah hukum yang mengatur hubungan abadi antara dua orang yang berlainan
jenis kelamin dan akibatnya hukum keluarga sendiri dari:
- Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri.
- Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya.
- Perwalian.
- Pengampuan.
Hukum harta kekayaan (Vermogensrecht)
Hukum harta
kekayaan adalah semua kaidah hukum yang mengatur hak-hak yang didapatkan pada
orang dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai uang. Hukum harta
kekayaan terdiri dar:
- Hak mutlak, adalah hak-hak yang berlaku pada semua orang.
- Hak perorangan, adalah hak-hak yang hanya berlaku pada pihak tertentu.
Hukum
Waris
Hukum waris
merupakan hukum yang mengatur mengenai benda dan kekayaan seseorang jika ia
meninggal dunia.
Meskipun
demikian, Burgerlijk wetboek atau kitab undang-undanag hukum perdata yang
merupakan sumber hukum perdata utama di Indonesia memiliki sistematik yang
berbeda. Burgerlijk wetboek terdiri dari 4 buku, yaitu:
- Buku I, tentang Orang(van persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II, tentang Kebendaan(van zaken); mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku III, tentang Perikatan(van verbintennisen); mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV, tentang Daluarsa dan Pembuktian(van bewijs en verjaring); mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Kesimpulan:
Dalam
sistematik hukum perdata di Indonesia banyak macam hukum yang dikelompokan
menjadi 4 yaitu : hukum perorangan , hukum keluarga, hukum harta kekayaan dan
hukum waris. Yang di dalamnya juga terdapat macam-macamnya, seperti pada hukum
harta kekayaan yang terdiri dari hak mutlak dan hak perorangan. Contoh Hukum
Perdata Perceraian: Bila terjadi suatu masalah didalam suatu rumah tangga yang
tidak menemukan solusi atau jalan keluar, maka sebagai jalan keluar alternatif
yang diambil adalah perceraian. Suatu perceraian tersebut mungkin menjadi jalan
satu-satunya yang dapat ditempuh untuk mengakhiri permasalahan yang terjadi
didalam rumah tangga tersebut. Kasus perceraian ini merupakan salah satu contoh
yang masuk dalam kategori hukum perdata.Contoh Hukum Perdata Warisan : Seorang
ayah yang ingin mewariskan harta bendanya ketika kelak ia meninggal tentunya
akan menuliskan sebuah surat wasiat. Namun ketika seorang ayah tersebut telah
meninggal, dimana kemudian terjadi selisih paham antara anak-anaknya dan
berujung kepada pelaporan salah seorang anak kepada pihak yang berwenang tentang
perselisihan yang terjadi, maka kasus tersebut juga termasuk salah satu contoh
kasus hukum perdata. Dan banyak lagi kasus dalam hukum perdata yang sering
terjadi di indonesia.
Sumber :
Menurut ilmu
pengetahuan hukum, hukum perdata terbagi ke dalam 4 kelompok yaitu:
Hukum perorangan (Personenrecht)
Beberapa
ahli hukum menyebutnya dengan istilah hukum pribadi. Hukum perorangan adalah
semua kaidah hukum yang mengatur mengenai siapa saja yang dapat membawa hak dan
kedudukannya dalam hukum. Hukum perorangan terdiri dari:
- Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum, kewenangan hukum, domestik dan catatan sipil.
- Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
- Hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan tersebut.
Hukum Keluarga (Familierecht)
Merupakan
semua kaidah hukum yang mengatur hubungan abadi antara dua orang yang berlainan
jenis kelamin dan akibatnya hukum keluarga sendiri dari:
- Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri.
- Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya.
- Perwalian.
- Pengampuan.
Hukum harta kekayaan (Vermogensrecht)
Hukum harta
kekayaan adalah semua kaidah hukum yang mengatur hak-hak yang didapatkan pada
orang dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai uang. Hukum harta
kekayaan terdiri dar:
- Hak mutlak, adalah hak-hak yang berlaku pada semua orang.
- Hak perorangan, adalah hak-hak yang hanya berlaku pada pihak tertentu.
Hukum
Waris
Hukum waris
merupakan hukum yang mengatur mengenai benda dan kekayaan seseorang jika ia
meninggal dunia.
Meskipun
demikian, Burgerlijk wetboek atau kitab undang-undanag hukum perdata yang
merupakan sumber hukum perdata utama di Indonesia memiliki sistematik yang
berbeda. Burgerlijk wetboek terdiri dari 4 buku, yaitu:
- Buku I, tentang Orang(van persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II, tentang Kebendaan(van zaken); mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku III, tentang Perikatan(van verbintennisen); mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV, tentang Daluarsa dan Pembuktian(van bewijs en verjaring); mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Kesimpulan:
Dalam
sistematik hukum perdata di Indonesia banyak macam hukum yang dikelompokan
menjadi 4 yaitu : hukum perorangan , hukum keluarga, hukum harta kekayaan dan
hukum waris. Yang di dalamnya juga terdapat macam-macamnya, seperti pada hukum
harta kekayaan yang terdiri dari hak mutlak dan hak perorangan. Contoh Hukum
Perdata Perceraian: Bila terjadi suatu masalah didalam suatu rumah tangga yang
tidak menemukan solusi atau jalan keluar, maka sebagai jalan keluar alternatif
yang diambil adalah perceraian. Suatu perceraian tersebut mungkin menjadi jalan
satu-satunya yang dapat ditempuh untuk mengakhiri permasalahan yang terjadi
didalam rumah tangga tersebut. Kasus perceraian ini merupakan salah satu contoh
yang masuk dalam kategori hukum perdata.Contoh Hukum Perdata Warisan : Seorang
ayah yang ingin mewariskan harta bendanya ketika kelak ia meninggal tentunya
akan menuliskan sebuah surat wasiat. Namun ketika seorang ayah tersebut telah
meninggal, dimana kemudian terjadi selisih paham antara anak-anaknya dan
berujung kepada pelaporan salah seorang anak kepada pihak yang berwenang tentang
perselisihan yang terjadi, maka kasus tersebut juga termasuk salah satu contoh
kasus hukum perdata. Dan banyak lagi kasus dalam hukum perdata yang sering
terjadi di indonesia.
Sumber :
E.
1. HUKUM PERDATA
YANG BERLAKU DI INDONESIA
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang
berlaku di Indonesia. Hukum perdata di Indonesia adalah hukum perdata barat
(Belanda) yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt), yang
didalam bahasa aslinya disebut dengan Burgenjik Wetboek. Burgenjik Wetboek ini
berlaku di Hindia Belanda dulu.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi hukum perdata barat dan
hukum perdata nasional. Hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang
diciptakan olehh pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat.
Adapun kriteria hukum perdata yang dikatakan nasional yaitu :
a. Berasal dari hukum perdata Indonesia
b. Berdasarkan sistem nila budaya
c. Produk hukum pembentukan
Undang-undang Indonesia
d. Berlaku untuk semua warga negara Indonesia
e. Berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia
2. SEJARAH SINGKAT
HUKUM PERDATA
a. Hukum Perdata Belanda
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Prancis yang berinduk pada
Code Civil Prancis pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte. Perancis pernah
menjajah Belanda dan Code Civil diberlakukan pula di Belanda. Kemudian setelah
Belanda merdeka dari kekuasaan Prancis, Belanda menginginkan pembentukan kitab
undang-undang hukum perdata sendiri yang lepas dari pengaruh kekuasaan
Perancis.
Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan kodifikasi
hukum perdata Belanda. Pembuatan kodifikasi tersebut selesai pada tanggal 5
Juli 1830 dan direncanakan akan diberlakukan pada tanggal 1 Februari 1831.
Tetapi, pada bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di daerah bagian selatan
kerajaan Belanda yang memisahkan diri dari kerajaan Belanda yang sekarang
disebut Belgia. Karena pemisahan Belgia ini berlakunya kodifikasi ditangguhkan
dan baru terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1938.
Meskipun hukum perdata Belanda itu adalah kodifikasi bentukan nasional
Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis.
Menurut Prof. Mr. J. Van Kan, B. W. adalah sutradara dari Code Civil hasil
jiplakan yang disalin dari bahasa Prancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
b. Hukum Perdata Indonesia
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka hukum perdata Belanda ini
diusahakan supaya dapat diberlakukan pula di Hindia Belanda pada waktu itu.
Caranya ialah dibentuk hukum perdata Hindia Belanda yang susunan dan isinya
serupa dengan hukum perdata Belanda. Dengan kata lain, hukum perdata Belanda
diberlakukan juga di Hindia Belanda berdasarkan asas konkordansi (persamaan)
hukum perdata Hindia Belanda ini disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei 1846
yang diundangkan dalam staatsbald 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1
Mei 1848. Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 maka
hukum perdata Hindia Belanda dinyatakan berlaku sebelum digantian oleh
undang-undang baru berdasarkan undang-undang dasar ini. Hukum perdata Hindia
Belanda ini disebut kitab undang-undang hukum perdata Indonesia sebagai induk
hukum perdata Indonesia.
3. PENGERTIAN DAN
KEADAAN HUKUM DI INDONESIA
a. Pengertian Hukum Perdata
Yang dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan
antara perorangan didalam masyarakat. Perkataan hukum perdata dalam artian yang
luas meliputi hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari
hukum pidana.
b. Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih beraneka
ragam. Keaneka-ragaman tersebut dikarenakan karena Indonesia yang terdiri dari
suku dan bangsa serta faktor yuridis yang membagi Indonesia menjadi 3
golongan yakni golongan Indonesia asli berlakukan hukum adat, golongan
eropa memberlakukan hukum barat dan hukum dagang, dan golongan timur asing
memberlakukan hukum masing-masing dengan catatan timur asing.
4. SISTEMATIKA
HUKUM PERDATA DI INDONESIA
a. Sistematika hukum perdata dalam
Burgenjik Wetboek (BW) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt)
Sistematika hukum perdata dalam Burgenjik Wetboek (BW) dan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt) terdiri dari empat buku sebagai
berikut :
· Buku I yang berjudul
“Perihal Orang” ‘van persoonen’ memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan
· Buku II yang berjudul
“Perihal Benda” ‘van zaken’, memuat hukum benda dan hukum waris
· Buku III yang berjudul
“Perihal Perikatan” ‘van verbinennisen’, memuat hukum harta kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau
pihak-pihak tertentu.
· Buku IV yang berjudul
Perihal Pembuktian Dan Kadaluwarsa” ‘van bewjis en verjaring’, memuat perihal
alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan
hukum
b. Sistematika hukum perdata menurut ilmu
pengetahuan
Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam
empat bagian, yaitu :
· Hukum tentang orang atau
hukum perorangan (persoonrecht) yang antara lain mengatur tentang orang sebagai
subjek hukum dan orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak
sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
· Hukum kekeluargaan atau
hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain tentang perkawinan,
perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta
kekayaan suami dan istri. Kemudian mengenai hubungan hukum antara orangtua dan
anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijik macht), perwalian (yongdij),
dan pengampunan (curatele)
· Hukum kekayaan atau hukum
harta kekayaan (vernogenscrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum
yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta ini meliputi hak mutlak ialah
hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang dan hak perorangan adalah hak-hak
yang hanya berlaku terhadap seseorang atau suatu pihak tertentu saja.
· Hukum waris (etfrecht)
mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia
(mengatur akibat-akibat) hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan
yang ditinggalkan seseorang.
Sumber :
a. Deanazcupcup.blogspot.com
b. Yanhasiholan.wordpress.com
c. Makalahhukumperdata.blogspot.com
F.
Karena belanda pernah menjajah
Indonesia, maka B.W Belanda diusahakan supaya dapat berlaku juga di Hindia
Belanda pada waktu itu. Caranya ialah dengan dibentuknya B.W Hindia Belanda
yang sususan dan isinya serupa dengan B.W Belanda. Dengan kata lain B.W Belanda
diberlakukan juga di Hindia Belanda berdasarkan Asas Konkordansi (serapan). B.W
Belanda ini disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei 1846, yang diundangkan
melalui Staatsblad 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Setelah
Indonesia merdeka, berdasarkan aturan peralihan UUD1945, maka B.W Hindia
Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan oleh Undang-Undang baru
berdasarkan Undang-Undang ini. B.W Hindia Belanda disebut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPdt) Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Yang
dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku di
Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah Hukum perdata barat
(Belanda), yang berinduk pada KUHPdt, yang dalam bahasa aslinya disebut Burgerlijk Wetboek (B.W) sebagaian
materi B.W ini sudah dicabut berlakunya dan diganti dengan Undang-undang
Republik Indonesia misalkan Mengenai Perkawinan, sekarang perkawainan sudah
diatur sendiri dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Disamping
KUHPdt, hukum perdata Indonesia itu meliputi juga Perundang-undangan hukum
perdata buatan pembentuk undang-undang Republik Indonesia, misalkan :
- Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 196
- Keputusan Presiden (KePres) No. 12 Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil dan lain-lain,
Dengan demikian jelaslah rumusan hukum perdata
Indonesia